Ki Buyut Sleman dan Ki Buyut Tambi

Pada zaman dulu ada orang bersaudara yakni Ki Buyut Sleman dan Ki Buyut Tambi. Keduanya selalu bersama-sama dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Walaupun bersaudara ternyata sifatnya berbeda sekali. Ki Buyut Tambi orangnya rajin dan sabar, sedangkan Ki Buyut Sleman orangnya malas, tidak mau bekerja.

Ki Buyut Tambi selalu datang ke Ki Buyut Sleman agar dia mau bekerja bersama-sama membuat rumah. Walaupun Ki Buyut Sleman malas, tetapi dia memiliki kelebihan yakni semua orang tunduk kepadanya.

Waktu Ki Buyut Tambi datang menjemput Ki Buyut Sleman, seperti biasanya Ki Buyut Sleman sedang tidur atau sedang makan. Hanya begitu kegiatan sehari-hari Ki Buyut Sleman.
Karena jengkel melihat kelakuan Ki Buyut Sleman, maka Ki Buyut Tambi marah dan berkata “Hai Ki Buyut Sleman, bosan saya melihat kelakuan kamu, setiap saya datang kamu pasti sedang tidur, apakah hidupmu hanya untuk tidur dan makan?”

Kemudian Ki Buyut Sleman pun menjawab “Kamu tidak mengerti saya, pekerjaanku memang hanya makan dan tidur saja, kalau kamu tidak mau menjemputku pergilah dan saya tidak usah dijemput lagi karena saya tidak akan rugi”.

Ki Buyut Tambi sangat marah mendengar jawaban dari Ki Buyut Sleman tersebut, begitu juga Ki Buyut Sleman pun sangat marah. Dan Ki Buyut Sleman disuruh pulang oleh Ki Buyut Tambi. Ki Buyut Sleman tidak mau menerima nasehat dari Ki Buyut Tambi.

Ki Buyut Tambi bertambah marah hingga akhirnya dia membanting pendil (tempat masak) hingga pecah berantakan. Ki Buyut Sleman bingung dengan kejadian tersebut karena hanya dengan pendil tersebut dia bisa memasak nasi.

Karena marahnya Ki Buyut Sleman meminta pendil itu diganti dan minta disatukan kembali pecahan-pecahan pendil tadi. “Kalau engkau tidak dapat mengerjakannya, saya akan minta sandalmu dan sandal itu akan saya lempar ke tanah Tambi, seandainya sandal itu dipotong di perbatasan Tambi maka berarti tanah Sleman bertambah sampai ke tempat jatuhnya sandal”.

Sandal tersebut kemudian dilempar oleh Ki Buyut Sleman, dan sandal itu dipotong di perbatasan (Sekarang PT Pertani) di Desa Tambi. Tempat dimana sandal itu jatuh hingga sekarang masih ada yang dikenal dengan Sumur Tlumpah (Tlumpah = Sandal). Sumur itulah yang menjadi batas desa Sleman dan Desa Tambi hingga sekarang.

Saat ini makam Ki Buyut Tambi dan Ki Buyut Sleman selalu ramai dikunjungi oleh peziarah dari berbagai wilayah selain dari Indramayu juga dari daerah lain. Dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karya H. A. Dasuki

2 Responses to "Ki Buyut Sleman dan Ki Buyut Tambi"

  1. Makam Buyut Tambi sangat ramai dikunjungi para peziarah baik dari Kabupaten Indramayu tetapi juga dari daerah lainnya, dalam rangka munjungan maupun sekedar nyekar. Perbedaan antara munjungan dan nyekar adalah waktu pelaksanaannya. Jika nyekar hanya dilakukan menjelang bulan Ramadhan, maka munjungan tidak terbatas waktu. Kapan saja bisa. Namun, yang paling sering dilakukan pada bulan Jumadilakhir dalam penanggalan Jawa. Bulan Jumadilakhir adalah bulan di saat panen kedua usai setiap tahun. Sehingga kegiatan munjungan tersebut dapat berjalan lancar. Hal ini terkait juga dengan biaya yang ditanggung bersama oleh seluruh keluarga.
    Pada hari pelaksanaan munjungan, biasanya seluruh keluarga besar, baik yang berada di wilayah Indramayu sendiri, maupun yang telah tersebar di lain tempat, akan berdatangan sejak beberapa hari sebelumnya, untuk mengadakan persiapan. Yang dilakukan adalah pembagian tugas, persiapan panggung, sampai urutan acara dan siapa saja yang akan unjuk kebolehan pada hari itu. Maka pada hari yang telah ditentukan, sejak pagi para keluarga mulai datang berduyun-duyun membawa makanan khas, seperti tumpeng, ayam panggang, sampai urap (campuran beberapa macam sayuran rebus yang dibumbui cabai dan parutan kelapa).
    Uniknya juga tiap makanan yang dibawa, sebelumnya dilaporkan kepada salah seorang wakil keluarga yang berada tepat di sisi makam, untuk diambil sedikit dan ditaruh di atas daun pisang dan diletakkan di dekat makam yang telah harum karena aroma kemenyan yang dibakar. Makanan itu kemudian dibawa ke depan panggung, tempat para sanak keluarga telah berkumpul dengan bawaan masing-masing. Tanpa dikomando lagi, acara demi acara berjalan dengan lancar. Semua ambil bagian untuk unjuk kebolehan sesuai urutan yang telah disepakati sebelumnya. Berbagai kesenian ditampilkan, mulai dari nyanyi, tari, lawak, wayang, dangdut, dan lain-lain.
    Tepat pukul 12.00 WIB semua kegiatan dihentikan sejenak untuk memulai acara makan siang bersama. Maka berlangsunglah acara tukar-menukar lauk-pauk sembari diseling sendagurau (guyon). Usai makan siang, acara pun dilanjutkan hingga malam hari, atau bahkan keesokan harinya, bila kesenian yang ditampilkan sangat banyak. Semua orang bersuka-cita pada acara itu, tidak ada isak tangis dan air mata meski kegiatan dilakukan di komplek makam. Munjungan selain bermakna sebagai wujud terima kasih kepada almarhum leluhur, juga sekaligus menjadi ajang reuni keluarga besar yang telah tersebar di segala penjuru.

    BalasHapus
  2. Apabila sedang merasakan hal seperti itu, mungkin kita membutuhkan kata-kata bijak berkelas soal kehidupan dari para tokoh dunia yang dapat memotivasi diri. Kata-kata tersebut dapat direnungkan sehingga menjadi bahan introspeksi untuk diri kita.

    BalasHapus