SISWOSOELASTRO SOEDIARTO

SISWOSOELASTRO SOEDIARTO

Sangat mungkin kebanyakan warga Semarang, Ungaran dan Salatiga lebih familiar dengan nama Brigjen Soediarto sebagai nama jalan. Dan benar patungnya ada di Lapangan Pancasila Salatiga. Dan sepanjang pengetahuan saya, itulah satu-satunya patung Brigjen Soediarto. 
Di Semarang nama salah satu ruas jalan protokol memakai nama tersebut. Dan di Ungaran pun ada nama pahlawan ini di dekat Benteng Willem II. Juga di Salatiga ada nama jalan tersebut.

Lalu siapakah Brigjen Soediarto? Orang manakah dia? 
Nama lengkapnya adalah Siswosoelastro Soediarto. Ia adalah salah satu putra dari tujuh anak Tasripan Siswosoelastro dan istrinya Saparijah.
Tasripan adalah seorang mantri guru. Dan Soediarto lahir di Demak (ada yang juga menyebutkan Salatiga bahkan sampai dibangunkan patungnya). Tentu sebagai guru, ia berpindah-pindah sesuai kedinasan yang diatur pemerintah Hindia Belanda. 

Soediarto sendiri lahir pada 25 November 1925. 
Ketika itu Tasripan memimpin Holland Inlandsche School hingga pensiun 1938. Dan ketika Perang Pasifik berkobar anak-anaknya sudah beranjak remaja.
Pemerintahan sipil pun mulai dibentuk dan ketika tawaran diberikan pada Soeparto, anak sulungnya untuk menjadi Asisten Wedana Pageruyung ditolak.
Soediarto sendiri ditawari jadi Mantri Polisi juga menolak. 

Mereka memilih menjadi serdadu membela bangsa.
Kakak beradik kemudian membentuk badan keamanan lokal.
Lalu bersama pemuda lain bergabung dalam Seinendan, organisasi semi militer bentukan Jepang untuk menghadapi Sekutu. Soediarto sendiri lalu ikut PETA hingga Proklamasi. 

Terbentuklah Badan Keamanan Rakyat dan selanjutnya jadi Tentara Keamanan Rakyat. Di Kendal terbentuk Resimen II Divisi IV BKR/ TKR dikomandani Letkol Hendroprawoto. Soediarto jadi komandan kompi berpangkat Letnan. 
Pada 16 Mei 1946, ia memimpin batalyon dengan pangkat Mayor. Selama ini ia banyak memimpin pertempuran di Medan Barat Semarang. Juga sukses di medan Sumurjurang, dekat Ungaran.

Karier naik jadi komandan Resimen II Divisi IV berpangkal Letkol pada usia 21 tahun. Hanya dalam tempo setahun pangkat dari Letnan jadi Letkol. Resimen itu beranggotakan 3200-4000 personil.
Resimen ini berkedudukan di Markas Medan Barat meliputi Boja, Gunungpati, Ngaliyan, Jrakah hingga Kendal. 

Pada Agustus 1946 Resimen dipindah ke Markas Medan Timur meliputi Purwodadi dan Demak. 
Pertempuran-pertempuran terus diatasi oleh resimen ini bersama laskar-laskar.
Pada Mei 1948 resimen digabung menjadi Brigade VI Divisi II Staf Pertempuran Djawa Tengah. Soediarto menjadi komandan Brigade dengan pangkat Letkol. 

Ketika ada pemberontakan komunis di Madiun, Brigade Soediarto ini banyak terlibat. Banyak yang ditahan pemerintah di Wirogunan Yogya. Soediarto ikut ditahan karena dinilai ikut mendukung pemberontakan politik. Tapi dengan datangnya agresi Belanda II membuat pemerintah membebaskan tahanan politik termasuk Soediarto.

Soediarto kembali menyusun kekuatan menunjukkan bahwa dirinya tetap berbakti pada Republik Indonesia. Banyak medan pertempuran dimenangkan. 
Karena belum memiliki nama maka dibentuklah nama Brigade Stoottroep Semarang atau Brigade SS. 
Gubernur Militer Daerah II Kolonel Gatot Soebroto melihat kesungguhan itu sehingga Brigade SS resmi diterima sebagai pasukan pemerintah dengan nama Brigade VI Divisi II. Wilayahnya Pati dan Semarang. Markasnya di Kuwu Purwodadi. 

Jelang peringatan 17 Agustus 1949, pasukan ini sudah bersiap melancarkan serangan besar ke Semarang. Namun batal karena ada mediasi United Nations Commisions for Indonesia. Sehingga ada gencatan senjata. 

Pada 25 April 1950, Soumokil mengumumkan Republik Maluku Selatan memisahkan diri dari Indonesia. 
Maka dikirimlah pasukan dipimpin Panglima Kolonel Alexander Kawilarang untuk menumpasnya.
Pasukan Letkol Soediarto ikut dikirim bersama pasukan Letkol Slamet Riyadi. Di medan tempur Ambon itulah keduanya gugur ditembak sniper. Mereka gugur pada November 1950. 
Pangkatnya dinaikkan dua tingkat secara anumerta.

Sebenarnya ketika itu Soediarto tercatat sebagai calon kadet Akademi Militer Westpoint Amerika. Maka ia mestinya tak ikut ke Maluku. Tugas diserahkan kepada Slamet Riyadi. Namun Soediarto meminta penundaan. Akhirnya berangkat menyusul Slamet Riyadi.
Pasukan berangkat dengan kapal pada 28 Agustus 1950. 

Kedatangan pasukan ini diendus pemberontak RMS. Pertemputan pun berkobar. Soediarto mengalami luka serius dan dirawat di Walbalong. Kondisi Soediarto memburuk. Dan ia wafat pada usia muda 25 tahun. 

Namun sebelum bertugas ke Ambon, Soediarto meresmikan lahan Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal pada 9 Mei 1950 disaksikan Kolonel Gatot Soebroto dan Walikota Kusubijono. 
Dan menyesuaikan adanya TMP itu maka ruas jalan di depannya dinamakan Jalan Pahlawan. Itu memotong bagian Jalan Gajah Mada yang semula berawal dari perempatan jl Pemuda hingga perempatan Siranda-Sriwijaya. 



_Hari ini kita memperingati Hari Kemerdekaan, saya sajikan salah seorang kusuma bangsa yang banyak berjuang di Semarang dan daerah lain yang riwayatnya belum banyak dikenal_. 

_foto dari Museum Mandala Bhakti_.

0 Response to "SISWOSOELASTRO SOEDIARTO"

Posting Komentar