Pesarean (Makam) Wiralodra pada masa lal

 

Saya pernah mendengar kisah mengenai kondisi Pesarean (Makam) Wiralodra pada masa lalu, masa dimana belum dipugar pada tahun 2010 seperti yang saat ini netizen bisa saksikan. Menurut catatan dan keterangan dari sesepuh Pesarean ini dipugar pertama tahun 1965, kemudian pemugaran kedua ditahun 1985.
Menurut Cucu R. Arkat Karta Sujatma (Generasi ke-9, lahir 1894), yang mengisahkan sebuah kisah dari sang ayah (R. Sudarto KS, lahir 1944) mengenai kisah masa kecil eyang Arkat. Arkat kecil sering dibawa oleh ayahnya (R. Suprapto) dan juga eyang Buyutnya (R. Mardada Karta Diprana bin R. Wiradibrata/Rangga Wiralodra)* untuk nyekar ke Pesarean eyang Wiralodra (I). Arkat kemudian ketika sudah memiliki keturunan sering juga membawa anak-anaknya yang sudah dewasa pergi untuk Ziarah diantaranya adalah R. Bagus Nuralim (lahir 1931), R. Bagus Sutaji (lahir 1933) sekitar tahun 1950-an.
Menurut kisah dari R. Sudarto yang menuturkan kisah dari ayahnya, dahulu kondisi Pesarean Eyang Wiralodra (I) agak tertutup semak-semak belukar dan pepohonan rindang. Area Pesarean terdapat tembok batu bata merah dan rata-rata Makam-makam yang ada juga berbentuk susunan batu bata merah diatasnya ada nisan. Untuk Makam Eyang Wiralodra (I) berada di dalam sebuah cungkup sederhana bersama makam Ki Tinggil, lalu satu cungkup lagi berisi Makam Wiralodra (III). Kondisinya Makam Wiralodra (I) terdiri dari tumpukan batu bata hanya saja sudah rapih diplester semen, untuk nisan berbahan granit dan memang sudah ada nama-nama yang dimakamkan.
Kemudian sekitar tahun 1965 Pesarean tersebut dipugar oleh keluarga R. Arkat KS dengan memasang keramik Putih dan Nisan Batu seperti yang tampak pada foto di bawah ini, yang direhab hanya Makam Wiralodra, Tinggil dan Sawerdi. Pemugran tahap II sekitar tahun 1985. (jika tidak salah). Kemudian tahun 2010 kembali dipugar besar-besaran oleh beberapa Pajabat dan tokoh Indramayu dan hasilnya seperti yang kita lihat saat ini. Pemugaran ini memang hebat dan bagus, namun tidak sedikit meningglkan kisah pilu dimana banyak lokasi Makam asli yang digeser, dipindahkan karena selain demi unsur penataan (estetik) juga sudah mulai terhimpit perumahan penduduk. Yang jelas Makam Rangga Wiradibrata menurut kesaksian putra dari R. Kasan Wiradibrata (Generasi ke-9) ada juga di komplek ini berdampingan dengan Makam R. Ayu Widuri sang istri yang merupakan adik Demang Bei (R. Marngali).
Tentunya pemugaran demi pemugaran tersebut jika ditinjau dari kacamata arkeologi dan Benda Cagar Budaya akan dinilai kurang tepat, karena syarat agar sebuah situs bisa ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya adalah berkaitan dengan keotentikanya (orisinil) banguanannya. Namun perlu dipahami Indramayu saat itu tentu masih awam mengenai pemahaman Cagar Budaya juga para putra daerah yang berlatar belakang pendidikan Arkeologi juga Sejarawan masih minim bahkan bisa dibilang belum ada. Pemugaran dari pihak Trah tentunya berlandaskan niatan memuliakan leluhur dan memantaskan jika banyak keluarga lain hendak berziarah.
" Kisah hidup Kang Raden "
Taukah kita Bahwa Arkat Kecil walau merupakan turunan dari Garis R. Benggala namun eyang Buyutnya yaitu Rangga Wiradibrata menikahi R.Ayu Widuri Putri Krestal (Ngabehi Wiralodra VII) yang merupakan Putra R. Semangun Bin R. Benggali. Maka Pernikahan Rangga Wiradibrata yang saat itu menjadi Bupati Muda (Rangga Onder Regent) Dermayu dengan Nyai Widuri merupakan titik bercampurnya kembali antara Benggala dan Benggali.
Arkat ketika masih usia 6tahunan ditinggal Mati oleh ayahnya yaitu R. Suprapto Wiradipraja dengan jabatan terakhir sebagai Mantri Polisi Dermayu. Kemudian Arkat kecil diasuh dan dibawa R. Marngali atau Ngabehi Wirakusuma yang menjabat sebagai Demang Ngabehi Pasekan, masyarakat sindang dalem lebih mengenalnya dengan sebutan "Demang Bei". Arkat kemudian tinggal di Kademangan. Demang Bei ini yang pada tahun 1850 mendapat hadiah berupa Pedang Bersrangka Emas dari Tuan Residen Cirebon karena jasanya berhasil menambak dan membuat Kali rambatan (sodetan Cimanuk Pertama?).
Kemudian pada saat Demang Bei Wafat, Arkat dibawa oleh ibunya yaitu Ratu Suminta Trah Kanoman, menuju desa Lurah Plumbon, Cirebon. Dibawanya Arkat ke Plumbon guna pendidikan Agama Islam dibawah bimbingan Elang Dawud yang merupakan adik dari Ibu Arkat sendiri. Kemudian ketika Arkat berusia sekitar 12 tahun, dijemput kembali oleh Nyai Gede fatimah Janda Demang Bei untuk dikhitan, selama 3 tahun Arkat disekolahkan sampai akhirnya Nyai Gede Fatimah Wafat.
Setelah Kademangan Pasekan-Sindang (?) tidak ada Demang Bei dan Istrinya, R. Arkat menuju ke Kademangan Bangodua, Magang mengurusi masalah tuan tanah (Sistem Partikelir). Pada saat Sistem Tuan Tanah dihapuskan, para pegawai disalurkan ke Jawatan Kehutanan dan Jawatan Pengairan. R. Arkat memilih bekerja di Jawatan Pengairan di desa Prowah (Kertawinangun) dengan pangkat MANDOR. Saat itu sedang dibuat proyek saluran air Cilutung dan Proyek Jalan dari Kadipaten ke Jatitujuh. Di Desa Prowah Arkat lebih dikenal dengan sebutan "Kang Raden".
Kemudian Kang Raden Arkat menikah dengan cucu Patih Kacribonan (Nyai Mas Siti Kusniah Malebari). Dari pernikahannya Arkat yag kini bergelar Karta Sujatma memiliki 10 anak yaitu : R.Ayu Nurilah, R. Bagus Nuralim, R. Bagus Sutadji, R. Bagus Sumardjo, R. Bagus Sunardi, R. Bagus Sumarta (Ayahanda R. Inu Danubaya), R. Ayu Nurani, R. Bagus Sudarto (Ayahanda Pemberi kisah), R. Ayu Nurhajati, R. Bagus Sutrisno.
*. Dalam sebuah naskah berjudul Babad Carbon II/Babad Dermayu (Babad Dermayu Naskah Museum Sri Baduga) , didalamnya terdapat keterangan bahwa naskah tersebut ditulis oleh Ki Karta Diprana tahun 1900.
oleh Iskandar Zulkarnaen – R. Muhammad Arief Rahman Bin R. Sudarto KS
Jakarta, 7 September 2021
 
 
 Nyai Mas Siti Kusniah Malebari dan R. Arkat Karta Sujatma
 

Tampak area Pesarean Wiralodra (I) dibalut tembok pagar batu bata merah, dan ada satu Makam yang jelas terlihat tersusun dari batu bata merah dengan nisan . Foto ini sekitar tahun 1976.
 

Wujud Pesarean Eyang Wiralodra (I) pasca pemugaran, tampak anak cucu R. Arkat KS sedang berziarah, yang paling sepuh adalah suami dari R. Ay. Nurilah.
 
 
R. Sutadji KS (peci hitam) didepan cungkup Wiralodra III. sekitar tahun 1976.

 

Related Posts