DAFTAR RAJA KENDAN

DAFTAR RAJA KENDAN

1. Raja Maha Guru Manikmaya 
       536 M - 568 M
Diperkirakan berasal dari keluarga Calankayana di India Selatan adalah seorang Pemuka Agama Hindu, karena Jasa-jasanya dalam menyebarkan Agama Hindu ditanah Jawa, Raja Tarumanagara pada waktu itu adalah Suryawarman menikahkan Putrinya yang bernama Tirta Kancana kepada Maha Guru Manikmaya ini sebagai Istri dan memperkenankan sang Menantu mendirikan Kerajaan Kendan ditambah sebagian dari Prajurit Taruma Nagara sebagai Pelindung Kerajaan Kendan, dan Maha Guru Manikmaya ini mempunyai Putra Mahkota yang bernama Raja Putra Suraliman, hal ini berdasarkan Naskah Pustaka Rajyarajya / Pustaka Bumi Nusantara Parwa II Sarga IV tahun 1602 Masehi yang tersimpan di Keraton Keraton Kasepuhan Jawa Barat.

 2. Raja Putra Suraliman.
     568 M -597 M, 
menikah dengan Dewi Mutyasari Putri dari Kerajaan Kutai Bakula Putra bergelar Raja Resi Dewa Raja Sang Luyu Tawang Rahiyang Tari Medang Jati, mempunyai 1 orang anak laki-laki bernama Kandiawan dan 1 orang anak Perempuan bernama Kandiawati, menguasai Nagreg dan sampai Medang Jati Garut Jawa Barat.Hal ini berdasarkan Carita Kabuyudan Sanghyang Tapak.

 3. Raja Kandiawan
      597 M -  612 M, 
memindahkan Pusat Kerajaan Kendan dari desa Citaman Nagreg ke Medang Jati di Cangkuang Garut Jawa Barat. Hal ini terbukti dari Situs Candi Cangkuang Garut didesa Bojong Mente Cicalengka kabupeten Garut Jawa Barat. Raja Kandiawan mempunyai 5 orang Putra yaitu ; Mangukuhan, Sandang Greba, Karung Kalah, Katung Maralah dan Wretikandayun, yang masing-masing memerintah dan terbagi 5 daerah yaitu ; Surawulan, Pelas Awi, Rawung Langit, Menir dan Kuli-kuli. Pada Akhir tahtanya ditunjuk Putra bungsu Wretikandayun sebagai Raja Kendan / Kelang dan Sang Raja Kandiawan bertapa di Bukit Layuwatang, Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Namun pada saat bersamaan di pesisir selatan wilayah Tarumanagara (Cilauteureun, Leuweung / Hutan Sancang dan Gunung Nagara) secara perlahan Agama Islam diperkenalkan oleh Rakeyan Sancang putra Kertawarman

  4. Raja Wretikandayun 
      612 M -  702 M, 
memindahkan lagi Pusat Kerajaan Kendan / Kelang ke Galuh di desa Karang Kamulyaan, kecamatan Cijeungjing, Ciamis Jawa Barat sekarang ini.
Raja Wretikandayun dengan Permaisuri Dewi Minawati anak dari Pendeta Hindu yaitu Resi Mekandria dan menurunkan 3 orang putra yaitu : 
 1. Sampakwaja 
     menjadi Resi Guru Wanayasa
 2. Jantaka
     menjadi Resi Guru Mandiminyak
 3. Amara menjadi Resi Guru Deneuh  
Hal ini berdasarkan Pusaka Naga Sastra,

Pada masa itu Kerajaan Kendan / Kelang berubah nama menjadi Kerajaan Galuh. Sedangkan Pada tahun 670 Masehi 

Kerajaan Induk Kendan / Kelang / Galuh ini yaitu Taruma Nagara saat itu diperintah oleh Tarusbawa telah berubah menjadi Kerajaan Sunda dan menyetujui Pemisahan Kerajaan bawahannya Kendan / Kelang menjadi Kerajaan Galuh.
Sehingga Kerajaan di Tatar Sunda menjadi 2 kerajaan yaitu :
  1. Kerajaan Sunda 
      bekas Kerajaan Tarumanagara dengan
      Rajanya Sri Maharaja Tarusbawa,
      menguasai wilayah pada bagian Barat, 
      Ibukotanya sekitar Bogor, Jawa Barat,
      berkuasa sampai tahun 723 M, 
      Hal terbut berdasarkan carita Parahiyangan,
      sedangkan menurut Prasasti Jayabhupati
      yang ditemukan di Cibadak Sukabumi 
      tidak menyebutkan Ibu kota kerajaan di
      Bogor.
  2. Kerajaan Galuh 
      bekas Kerajaan Kendan / Kelang dengan
      Rajanya Wretikandayun, 
      menguasai wilayah bagian Timur, 
      ibukotanya Kawali di Ciamis, Jawa Barat.

 *) Raja Wretikandayun 

Menurut Carita Parahiyangan, Putra Mahkota Galuh Mandiminyak menikah dengan Parwati putri dari Maharani Shima Putri dari Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah.
Pernikahan itu melahirkan Rahyang Sena atau Bratasena yang kemudian berputra Sanjaya. 

Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Tengah atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno, yang memerintah sekitar tahun 730-an. 
Nama Sanjaya dikenal melalui prasasti Canggal ataupun naskah Carita Parahyangan. Sebagian para sejarawan menganggap Sanjaya sebagai pendiri Wangsa Sanjaya,

Berdasarkan Carita Parahiayangan
Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi menyatukan kembali Sunda dan Galuh menjadi Pakuan Pajajaran pada tahun 1482 Masehi. 

*) Mandala Kendan 

“Ti Inya carek Bagawat Resi Makandria: Ai(ng) dek leumpang ka Sang Resi Guru, ka Kendan. Datang Siya ka Kendan.
Carek Sang Resi Guru: Na naha beja siya Bagawat Resi Makandria, mana siya datang ka dinih?
Pun sampun, aya beja kami pun. Kami me(n)ta pirabieun pun, kena kami kapupudihan ku paksi Si Uwur-uwur, paksi Si Naragati, papa baruk urang heunteu dianak.
Carek Sang Resi Guru: Leumpang siya ti heula ka batur siya deui. Anakaing, Pwah Aksari Jabung, leumpang husir Bagawat Resi Makandria, pideungeuneun satapi satapa, anaking.
( Carita Parahyangan)
* Drs. Atja dan Saleh Danasasmita, 1981.

Mandala mengandung pengertian “Kabuyutan” atau “Tanah suci”, segala hal, benda atau perbuatan yang dapat menodai kesuciannya harus dilarang atau dianggap “buyut”. Mandala kendan sekarang terletak di kecamatan Nagreg, di atas ketinggian 1200dpl, dengan luas wilayah (± 4.930,29 Ha),yang terbagi atas: hutan rakyat (± 907,37 ha) dan tanaman tahunan/perkebunan (± 1.727,54 ha). 
Status ke-mandala-an kendan sudah dipangku jauh sejak kerajaan karesian kendan didirikan, daerah ini sangat dilindungi sebagai tempatnya para resi luhung ilmu (diterangkan dalam naskah carita parahyangan).

Barulah kemudian tahun ±512 M, yaitu
pada masa raja Tarumanagara ke-9  Suryawarman, mandala kendan diberikan kepada seorang Resi yang bernama Manik Maya seorang penganut hindu shiwa yang taat, atas penikahannya dengan seorang putri dari Maharaja yang bernama Tirta Kencana. Daerah ini dianugerahkan sebagai sebuah hadiah pernikahan, diberikan lengkap dengan para prajuritnya. Sejak masa itu Mandala kendan menjadi sebuah kerajaan karesian di bawah perlindungan Maharaja Suryawarman, bukan sebagai sebuah kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara tetapi satu mandala yang sangat dihormati bahkan dilindungi oleh raja-raja pada masa itu:

“ Hawya Ta Sira Tinenget: janganlah ia ditolak, karena dia itu menantu maharaja, mesti dijadikan sahabat, lebih-lebih karena sang resiguru Kendan itu, seorang Brahmana yang ulung dan telah banyak berjasa terhadap agama. Siapapun yang berani menolak Rajaresiguru Kendan, akan dijatuhi hukuman mati dan kerajaannya akan dihapuskan” (carita parahyangan;Danasasmita, 1983:41)

Selanjutnya Kendan menjadi tempatnya para prajurit Tarumanegara untuk ditempa penyucian dan penggemblengan. Salah satu kitab yang terkenal yang disusun oleh Resiguru Manik Maya adalah Pustaka Ratuning Bala Sarewu, yaitu sebuah kitab yang berisi bagaimana caranya membangun sebuah negara dengan para prajuritnya yang sangat kuat. Dari mandala ini dilahirkan para Yudhapena atau panglima perang laut di Tarumanagara, salah satunya yaitu Raja Putra, Sang Baladhika Suraliman, putra pertama Resiguru Manik Maya.

Kemudian kitab ini pula yang memandu Sanjaya keturunan ke-6 dari Kendan, dalam menyatukan kembali Sunda dan Galuh atas bimbingan Rabuyut Sawal ( Masa Sanjaya adalah masa puncak kejayaan bersatunya kembali raja-raja di Jawa ). Berikut keterangan dalam naskah carita parahyangan terkait raja-raja di Kendan:

“ Ndeh Nihen carita parahyangan. 
Sang Resiguru mangyuga Rajaputra. Miseuweukeun Sang Kandiawan lawan Sang Kandiawati, sida sapilanceukan. Ngangaranan maneh Rahyangta Dewaraja. Basa lumaku ngarajaresi ngangaranan maneh Rahyangta Ri Medangjati, inya sang Layuwatang. Nya nu nyieun Sanghyang Watang Ageung ”

“ ya, inilah kisah para leluhur. Sang Resiguru beranak Rajaputra. Rajaputra beranak Sang Kandiawan dan Sang Kandiawati, sepasang kakak beradik. Sang Kandiawan menamakan dirinya Rahyangta Dewaraja. Waktu ia menjadi Rajaresi menamakan dirinya Rahyangta di Medangjati. Yaitu Sang Layungwatang. Dialah yang membangun balairung besar”. ( Carita parahyangan, Atja,Danasasmita, 1983:37-38 )

Raja Kendan berstatus Rajaresi atau Raja sekaligus Resi. Raja pertamanya adalah Resiguru Manik Maya, atas pernikahanya dengan Tirta Kencana mempunyai anak bernama Suraliman, kemudian oleh kakeknya Maharaja Tarumanagara ia dianugerahi sebagai Yudhapena atau Panglima laut kerajaan Tarumanegara, ia kemudian menikah dengan Mutyasari seorang putri dari Kudungga, dari pernikahannya ia dianugerahi putra yang bernama Kandiawan yang kemudian di Rajaresikan di Kendan dan putri dengan nama Kandiawati. Kandiawan mempunyai beberapa orang anak yaitu Sang Mangukuhan, Sang Kangkalah, Sang Katungmaralah, Sang Sandanggreba dan Sang Wretikendayun, yang kemudian di Rajaresikan di Kendan.

Pada masa Wretikendayun terjadi perubahan berarti dalam perkembangan sejarah Kendan, yang diakibatkan adanya pewarisan tahta Tarumanagara kepada bukan wangsa warman. Pada tahun 669 di Tarumanagara dirajakan seorang muda Tarusbawa, putra daerah dari sundapura, ibu kota Tarumanagara saat itu. Diangkatnya Tarusbawa menimbulkan pergolakan dari kerajaan-kerajaan bawahan Tarumanagara, Tarusbawa yang kemudian mendapat gelar Maharaja Tarusbawa Sunda Sembada Manumanggalajaya, karena keputusannya mengubah nama Tarumanagara menjadi kerajaan Sunda, semakin menimbulkan pergolakan. Yang pada akhirnya akibat dari perubahan tersebut, Wretikendayun sebagai Rajaresi Kendan memutuskan untuk me-Mahardika-kan diri, dengan mendirikan Kerajaan Galuh di ibu kota barunya, sebelah timur Kendan, yaitu di antara sungai Cimuntur dan Citanduy.

Sebuah surat dikirimkan kepada Tarusbawa yang berisi peringatan dan keputusan pemisahan daerah “Karunya Ning Caritra”, yang isinya “Mulai hari ini Galuh berdiri sebagai sebuah kerajaan yang Mahardika, tidak berada di bawah kerajaan pakanira lagi, janganlah pasukan tuan menyerang Galuh, karena pasukan Galuh jauh lebih kuat dari pasukan Sunda, ditambah Galuh di dukung oleh kerajaan-kerajaan disebelah timur Citarum...hendaknya kita rukun hidup berdampingan”

Atas keputusan tersebut maka pada tahun 670 M, berdirilah dua buah kerajaan besar di Jawa, dengan Citarum sebagai pembatasnya. 
- Dari Citarum ke arah barat 
  menjadi kerajaan Sunda  
- Dari Citarum ke arah timur 
  menjadi kerajaan Galuh. 

Sementara Mandala Kendan, tetap menjadi sebuah daerah yang dilindungi oleh kedua kerajaan tersebut. Kemudian hari Sunda dan Galuh pada masa Sanjaya dapat dipersatukan kembali, setelah terjadi pemberontakan dan perang saudara antar keturunan Galuh.

Perebutan, perubahan kerajaan tindak lantas mengubah keadaan, Kendan tetap sebagai sebuah Mandala yang sepakat dilindungi. Namun sejak Pajajaran runtuh tahun 1579, status ke-mandala-an, mengalami perubahan, bahkan beberapa tempat seperti halnya di Kanekes, tidak lagi diakui oleh para penguasa selanjutnya.

1 Response to "DAFTAR RAJA KENDAN"